Langsung ke konten utama

Kenangan Bersama Orang Tua Kami: Haji Syaukani Sani (1960-2024)

 

Foto: Diniyah Limo Jurai

Waktu itu, ketika kami duduk di kelas 1 B (kelas 1 Mts), beliau mengampu mata pelajaran fikih dengan memperkenalkan kitab “Al-Ghāyah wa Al-Taqrīb”. Kitab tipis dengan “ilmu salangik” di dalamnya ini beliau terangkan kepada kami kata per kata. Tak ada satu pun mufradat yang terlewatkan. Beliau menjelaskan dengan sangat jelas, dengan bahasa Indonesia yang (terkadang) diselingi dengan bahasa Minang dengan dialek ‘Sungai Pua/Cimbuak’.

Angkatan kami, yang masuk pada tahun ajaran 2009/2010 merupakan angkatan yang tidak cukup beruntung diajar oleh beliau. Meskipun beliau sudah masuk ke kelas kami di tahun pertama menginjakkan kaki di Diniyah Limo Jurai, ternyata satu tahun itu saja kami diajarkan oleh beliau di bangku formal. Setelah 1 tahun ajaran (2009/2010) itu berlalu, beliau pun berlalu meninggalkan Diniyah Limo Jurai dengan mencari kesibukan yang lain.

Saya tidak mengetahui pasti awal mula beliau menjabat sebagai Kepala Madrasah (dibaca: mudir, sebelum peralihan ke Pondok Pesantren). Yang jelas, kami cukup beruntung didoktrin langsung oleh ‘mudir’ pada awal masuk ke Diniyah Limo Jurai di tahun tersebut.

Pasca beliau tidak menyibukkan diri lagi di Diniyah Limo Jurai, saya seringkali berpapasan di beberapa tempat. Bahkan beberapa kali, saya sempat nebeng dengan beliau dari arah (Gurun) Aua menuju Gunung Marapi, ketika masih sekolah. Beliau selalu ingat dengan saya, apalagi saya memang berada di posisi ‘penyambung silaturahmi’ antara beliau dan orang tua saya sendiri, yang notabene sudah berkawan sejak di AKABAH.

Di sisi lain, angkatan kami merasakan 3 sosok Mudir sepanjang tahun 2009 hingga 2016: Haji Syaukani Sani (kelas 1 MTs), Haji Masykur Misbah (kelas 2 MTs-3 MA/semester ganjil) dan Haji Metriadi (kelas 3 MA/semester genap). Kami cukup beruntung diajar oleh tiga sosok mudir tersebut. Hanya pada saat kelas 2 MTs saja kami tidak diajar oleh salah satu dari tiga sosok tersebut.

Ketika kami menyelesaikan pendidikan di Diniyah Limo Jurai (2016), Ust. Haji Syaukani Sani kembali mengajar di Diniyah Limo Jurai. Beliau sempat menghadiri acara perpisahan kami (hafla al-takharruj) serta melepas kami untuk melanjutkan ke perguruan tinggi dengan nasehat-nasehat yang cukup berguna untuk kami ke depannya.

Beberapa kawan saya yang kembali mengabdi pada tahun 2021/2022, tentu bahagia sekali dapat belajar lagi dengan beliau. Alhamdulillah, saya juga sempat belajar bersama para asatiz lainnya dibimbing oleh beliau beberapa kali, pasca menyelesaikan S-1 di Jogja. 

Foto tahun 2016, pada  saat acara perpisahan angkatan kami.
Dari kiri ke kanan: Ust. Ilham Tasmi, Lc. MA., Ust. Zulhamdi, Lc. MA., Ust. Haji Syaukani Sani, Ust. Harmen, Lc. MA.
Arsip foto oleh: Ust. Zulhamdi Malin Mudo.


Allahummaghfirlahu, war-amhu, wa-‘āfihī, wa’fu-‘anhu. 




------------------------- 

Depok, 13 Mei 2024


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Benang Kusut Konflik Israel-Palestina di Mata Orang Indonesia

  Judul Buku            : Yerusalem, Kota Suci, Kota Api Penulis                    :  Arif Maftuhin Penerbit                 :  Gading Publishing Cetakan                 : I, Des 202 2 Tebal                       : x ii + 209 halaman ISBN                      : 978-623-88200-2-3 Dok. pribadi   (Lokasi: Gn. Slamet ) “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai den...

Air Mata Buya Hamka: Mengenang 111 Tahun Buya Hamka*

  Sumber foto: commons.wikimedia.org Tepat pada hari ini (17/02), 111 tahun yang lalu Buya Hamka dilahirkan di Nagari Sungai Batang, Maninjau, Agam, Sumatera Barat. Banyak hal yang telah dilaluinya, mulai belajar mengaji dengan ayahnya — Haji Abdul Karim Amrullah — hingga membuat kenakalan, seperti: menyabung ayam, berkelahi, dan mengambil ikan di kolam (Minang: tabek ) orang lain. Dengan melihat kenakalan tersebut, tentunya dapat memberikan anggapan kepada orang lain bahwasanya tidak mungkin seorang Hamka akan menjadi seorang ulama. Namun, Allah swt. dapat membolak-balikkan hati seseorang . Ketika beranjak dewasa, Hamka sadar dan ia mulai belajar agama dengan serius. Pada akhirnya, perjalanannya membuahkan hasil yang sangat besar hingga ia dapat mengikuti jejak ayahnya, mendapatkan gelar  'Dr. (H.C.)' dari Universitas al-Azhar, Cairo-Mesir. Terlepas dari semua itu, tulisan ini lebih menyoroti tentang ‘kesedihan’ atau lebih tepatnya ‘kerisauan’ seorang Buya Hamka. Mulai dar...

Guru yang ‘Menghilang’ Itu Telah Kembali

  Sore itu, di pondok, ketika sedang sibuk menerima santri baru yang akan masuk asrama, mataku terpaku pada sebuah motor bebek dengan merek ‘ Revo 110cc ’. Dapat diperkirakan, motor itu keluaran tahun 2009 atau 2010. Ya, sangat wajar kala u motor tersebut terlihat sedikit lusuh dimakan oleh zaman . “Ah, mungkin motor ini milik wali santri yang mengantar anaknya ke pondok,” pikirku.   Akan tetapi, waktu magrib sudah semakin dekat dan jam penerimaan santri sudah habis. Artinya, tidak mungkin ada  wali santri masih berada di lingkungan pondok. Setelah selesai beres-beres, seseorang mendekat ke motor tersebut. Ketika orang tersebut akan melakukan kick starter untuk menghidupkan motor, aku berusaha menghampiri dengan maksud ingin melepas sampai gerbang, pintu keluar pondok. Baru berjalan lima langkah, aku baru menyadari perihal motor tersebut dan pemiliknya. Tidak salah lagi, motor itu adalah motor yang sama yang pernah kutumpangi 10 tahun yang lalu. Motor itu masih ...