Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2019

Kedudukan ‘Teks’ dalam Kajian Living Hadis

oleh: In’amul Hasan* Setelah melakukan review terhadap b ab I dari buku “Living Hadis: Praktik, Resepsi, Teks dan Tranmisi (2018)” tentang sejarah l iving h adis, maka pada tulisan kali ini penulis melanjutkan untuk mereview b ab II-nya tentang kedudukan teks dalam membentuk budaya umat Islam. Kemudian timbul pertanyaan, “Seberapa penting teks dalam Living Hadis?” Sebelumnya, telah diketahui pada tulisan sebelumnya, living hadis merupakan kajian yang berititik tumpu pada praktik yang terjadi di dalam masyarakat. Tetapi pada bagian ini, perlu dicatat bahwa teks juga berpengaruh dalam membentuk praktik yang terjadi di dalam masyarakat. Dalam kajiannya , living hadis sangat se ri ng menggunakan teori-teori antropologi dalam kajiannya. Dalam hal ini, seorang antropolog (hadis) terkadang mengalami kesulitan karena ia dipengaruhi oleh asumsi dan cara pandangnya terhadap dunia, agama dan ideologinya. Untuk memudahkan dalam pemahaman, Robert Redfield (1956) membagi agama menjad

LIVING HADIS: Upaya Menghidupkan Kembali Studi Hadis

Oleh : In'amul Hasan * Judul tulisan ini dibuat dalam keadaan sadar sebagai bentuk review terhadap BAB I buku “Living Hadis: Praktik, Resepsi, Teks, dan Transmisi (2018)”. Secara ringkas, menurut hemat penulis -berdasarkan hasil bacaan- living hadis menjadi kajian yang menghidupkan kembali studi hadis setelah mengalami ‘kebekuan’ (hal.7). Dengan adanya living hadis, tentu memberikan warna baru terhadap studi hadis yang terintegrasi dengan disiplin keilmuan lain.   Indonesia adalah negara yang kaya akan keberagaman budaya, bahasa, suku, agama dan sebagainya. Masuknya Islam ke Indonesia, secara otomatis menjadikan agama dan budaya nenek moyang mengalami akulturasi. Dengan adanya ‘dialog’ antara agama dan budaya, memunculkan fenomena-fenomena beragama menjadi tetap hidup dalam suatu bentuk tradisi yang diilhami oleh hadis-hadis dan bersinggungan dengan budaya. Adalah menarik rasanya, ketika kajian hadis menjadi lebih ‘hidup’ kembali setelah diintegrasikan dengan ilmu-ilmu lai