Langsung ke konten utama

MASJID QOLBUN SALIM BAITUL KHIDMAT: SEBUAH KONSEP AWAL



Berangkat dari mata kuliah 'Living Hadis' yang diampu oleh Bpk. Dr. Saifuddin Zuhri Qudsy , di mana beliau menyuruh kami untuk melaksanakan Jum'atan di Masjid ini. Jujur, sebenarnya saya sudah tiga kali ke sini, terutama pada masa... (isi sendiri). Namun, kali ini (3/5) berbeda. Kita (Ilmu Hadis 2016) harus mengamati suasananya dan mewawancarai beberapa orang. Walaupun 'agak' terpaksa, kita tetap kelihatan bahagia. Karena sekarang tanggal tua, tanggal mudanya setiap tanggal 5 (living cost cair).
_____________
Masjid Qolbun Salim yang baru berdiri (digunakan) sekitar 7 bulan yang lalu, sudah mampu meraup sekitar 1000-an jamaah Jum'at, bahkan lebih. Padahal secara geografis, masjid ini terletak di Jalan Raya Wonosari-Jogja, tidak terlalu berdekatan dengan institusi pendidikan/pemerintahan maupun pusat kota. Pertanyaannya, kok bisa?

Pertama, konsep awal dari pendirian masjid ini memang diperuntukkan bagi musafir. Karena dari Wonosari-Jogja belum ada masjid yang cukup memadai dan nyaman untuk menampung musafir. Oleh sebab itu, Masjid ini menjadi tempat favorit persinggahan musafir untuk melaksanakan salat dan beristirahat pada hari-hari biasa.

Kedua, masjid ini terbuka bagi siapa saja yang datang. Jika diamati, masjid ini tidak memiliki afiliasi dengan ormas Islam apapun, tidak ada logo 'ini-itu'nya, walaupun secara amaliahnya berdekatan dengan NU. Berhubung juga, masjid ini dikelola oleh Abah Sony, atau dengan nama lengkapnya K.H. M. Abdullah Sonhaji, seorang yang mengamalkan Thariqah Syadziliyah.

Ketiga, masjid ini menyediakan makanan prasmanan selepas Jum'atan. Ada beragam macam makanan: bakso, bubur ayam, nasi , dll. Jamaahnya-pun beragam, anak-anak, mahasiswa, orang tua, kaya atau miskin. Karena yang datang, ada yang membawa mobil juga, dan lain sebagainya. Semuanya mengikuti Jum'atan dan menyantap hidangan yang telah disediakan.

Keempat, disediakan tempat/shaf bagi jamaah perempuan untuk shalat Jum'at. Berbeda dengan masjid pada umumnya, dimana ketika Jum'atan shaf perempuan dipakai oleh laki-laki. Setelah laki-laki shalat Jumat, baru perempuan melakukan shalat Zuhur. Tetapi, di sini berbeda. Ada perempuan yang ikut salat Jum'at. Setelah ditanyakan kepada Takmir, jawabannya adalah kembali pada poin kedua, masjid ini terbuka bagi siapapun. Karena (mungkin) ada yang memiliki pandangan bahwa perempuan boleh ikut Jum'atan.

_____________
Pada akhirnya, musafir adalah tamu yang harus dimuliakan. Kembali kepada hadis:
...وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ (رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ)
Sesuai dengan namanya, "Masjid Qolbun Salim Baitul Khidmat". "Berkhidmat akan menghilangkan sifat sombong, egoisme dan sifat tercela lainnya," kata takmirnya.

Maka, pantaslah Jogja disebut 'Kota Pelajar' selalu menarik para pelajar dari seluruh penjuru Indonesia. Kenapa tidak? Mereka yang melakukan musafir dalam menuntut ilmu, akan selalu dimuliakan, jika mampir ke Masjid Qolbun Salim Baitul Khidmat ini.

Belum lagi, kalau bulan Ramadhan. Akan banyak yang mempraktekkan hal semacam ini. Tapi, bukan siang hari, melainkan pas waktu berbuka. Para akademisi/pakar akan memberikan pencerahan di masjid-masjid. Dan para mahasiswa akan mencari takjil di masjid-masjid. Apa menunya? Siapa penceramahnya?

Sekali lagi,
بطن سليم في "قلب سليم بيت الخدمة"

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Benang Kusut Konflik Israel-Palestina di Mata Orang Indonesia

  Judul Buku            : Yerusalem, Kota Suci, Kota Api Penulis                    :  Arif Maftuhin Penerbit                 :  Gading Publishing Cetakan                 : I, Des 202 2 Tebal                       : x ii + 209 halaman ISBN                      : 978-623-88200-2-3 Dok. pribadi   (Lokasi: Gn. Slamet ) “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan.” Begitu bunyi Pembukaan UUD 1945 pada alinea pertama yang menjadikan pandangan politik luar negeri Indonesia atas (nasib) Palestina. Indonesia selalu mendukung (kemerdekaan) Palestina serta mengecam aksi (kekerasan) yang dilancarkan Israel terhadap Palestina. Dalam pengantar buku ini, Arif Maftuhin mengutip suatu pendapat seseorang bahwa konflik antara Israel-Palestina bukan terkait politik, melainkan pertarungan narasi saja. Semua pihak berusaha menyampaikan narasi terkait

Guru yang ‘Menghilang’ Itu Telah Kembali

  Sore itu, di pondok, ketika sedang sibuk menerima santri baru yang akan masuk asrama, mataku terpaku pada sebuah motor bebek dengan merek ‘ Revo 110cc ’. Dapat diperkirakan, motor itu keluaran tahun 2009 atau 2010. Ya, sangat wajar kala u motor tersebut terlihat sedikit lusuh dimakan oleh zaman . “Ah, mungkin motor ini milik wali santri yang mengantar anaknya ke pondok,” pikirku.   Akan tetapi, waktu magrib sudah semakin dekat dan jam penerimaan santri sudah habis. Artinya, tidak mungkin ada  wali santri masih berada di lingkungan pondok. Setelah selesai beres-beres, seseorang mendekat ke motor tersebut. Ketika orang tersebut akan melakukan kick starter untuk menghidupkan motor, aku berusaha menghampiri dengan maksud ingin melepas sampai gerbang, pintu keluar pondok. Baru berjalan lima langkah, aku baru menyadari perihal motor tersebut dan pemiliknya. Tidak salah lagi, motor itu adalah motor yang sama yang pernah kutumpangi 10 tahun yang lalu. Motor itu masih ditunggangi ol

Air Mata Buya Hamka: Mengenang 111 Tahun Buya Hamka*

  Sumber foto: commons.wikimedia.org Tepat pada hari ini (17/02), 111 tahun yang lalu Buya Hamka dilahirkan di Nagari Sungai Batang, Maninjau, Agam, Sumatera Barat. Banyak hal yang telah dilaluinya, mulai belajar mengaji dengan ayahnya — Haji Abdul Karim Amrullah — hingga membuat kenakalan, seperti: menyabung ayam, berkelahi, dan mengambil ikan di kolam (Minang: tabek ) orang lain. Dengan melihat kenakalan tersebut, tentunya dapat memberikan anggapan kepada orang lain bahwasanya tidak mungkin seorang Hamka akan menjadi seorang ulama. Namun, Allah swt. dapat membolak-balikkan hati seseorang . Ketika beranjak dewasa, Hamka sadar dan ia mulai belajar agama dengan serius. Pada akhirnya, perjalanannya membuahkan hasil yang sangat besar hingga ia dapat mengikuti jejak ayahnya, mendapatkan gelar  'Dr. (H.C.)' dari Universitas al-Azhar, Cairo-Mesir. Terlepas dari semua itu, tulisan ini lebih menyoroti tentang ‘kesedihan’ atau lebih tepatnya ‘kerisauan’ seorang Buya Hamka. Mulai dari