Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2024

Kenangan Bersama Orang Tua Kami: Haji Syaukani Sani (1960-2024)

  Foto: Diniyah Limo Jurai Waktu itu, ketika kami duduk di kelas 1 B (kelas 1 Mts), beliau mengampu mata pelajaran fikih dengan memperkenalkan kitab “ Al-Ghāyah wa Al-Taqrīb ”. Kitab tipis dengan “ ilmu salangik ” di dalamnya ini beliau terangkan kepada kami kata per kata. Tak ada satu pun mufradat yang terlewatkan. Beliau menjelaskan dengan sangat jelas, dengan bahasa Indonesia yang (terkadang) diselingi dengan bahasa Minang dengan dialek ‘Sungai Pua/Cimbuak’. Angkatan kami, yang masuk pada tahun ajaran 2009/2010 merupakan angkatan yang tidak cukup beruntung diajar oleh beliau. Meskipun beliau sudah masuk ke kelas kami di tahun pertama menginjakkan kaki di Diniyah Limo Jurai, ternyata satu tahun itu saja kami diajarkan oleh beliau di bangku formal. Setelah 1 tahun ajaran (2009/2010) itu berlalu, beliau pun berlalu meninggalkan Diniyah Limo Jurai dengan mencari kesibukan yang lain. Saya tidak mengetahui pasti awal mula beliau menjabat sebagai Kepala Madrasah (dibaca: mudir, sebelum

Air Mata Buya Hamka: Mengenang 111 Tahun Buya Hamka*

  Sumber foto: commons.wikimedia.org Tepat pada hari ini (17/02), 111 tahun yang lalu Buya Hamka dilahirkan di Nagari Sungai Batang, Maninjau, Agam, Sumatera Barat. Banyak hal yang telah dilaluinya, mulai belajar mengaji dengan ayahnya — Haji Abdul Karim Amrullah — hingga membuat kenakalan, seperti: menyabung ayam, berkelahi, dan mengambil ikan di kolam (Minang: tabek ) orang lain. Dengan melihat kenakalan tersebut, tentunya dapat memberikan anggapan kepada orang lain bahwasanya tidak mungkin seorang Hamka akan menjadi seorang ulama. Namun, Allah swt. dapat membolak-balikkan hati seseorang . Ketika beranjak dewasa, Hamka sadar dan ia mulai belajar agama dengan serius. Pada akhirnya, perjalanannya membuahkan hasil yang sangat besar hingga ia dapat mengikuti jejak ayahnya, mendapatkan gelar  'Dr. (H.C.)' dari Universitas al-Azhar, Cairo-Mesir. Terlepas dari semua itu, tulisan ini lebih menyoroti tentang ‘kesedihan’ atau lebih tepatnya ‘kerisauan’ seorang Buya Hamka. Mulai dari